Blogger Pages

Jumat, 18 Mei 2012

FOEBUS!


Banyak amarah yang bersembunyi!

Banyak pikiran palsu yang tak mau diredam lagi!

Gelap yang tak berujung, Perlahan menemukan tujuan, bukan untuk sebuah hal bernama kenangan.

Bukan pula sebuah peraduan akhir, ini adalah sepetak memori gila yang kelak akan terbayang setiap malam sebelum tidur bersama dan bangun dipagi buta menyambut pagi yang gila.

Dingin bersekongkol dengan hening, meniadakan segala hampa dalam durasi tanpa batas di tapal aras dunia yang semakin lemas.

Foebus yang ada dalam diriku berbisik,
Foebus itu dimiliki setiap manusia!

aku menyebut Foebus itu cahaya, atau dalam bahasa yunani itu disebut "Dewa Cahaya"

ini bukan Cahaya Tuhan, Bukan! ini berbeda.

aku menyebut Foebus adalah cahaya, dasar jiwa selalu ingin menemui cahaya.
Foebus sering terpendam dalam gelap diri kita sendiri, terkubur disana oleh bayang-bayang masa lampau.

masa lalu itu Gelap!

Foebus!

ketukan para peri kecil pada pintu hati membangkitkan nurani yang tertidur.

Foebus yang berbentuk kunang-kunang berterbangan didinding jiwa mulai menyeruak memenuhi langit-langit.

Kepada siapa lagi aku Mencaci kalo bukan pada Sepi.

Kepada siapa aku Marah kalo bukan pada gelap!

Sepi menjadikan jiwa ini kering kerontang!

bagai terdampar dalam Sahara, tanpa ada Oase.

Aku terayun pada angkasa yang lebam membiru, sementara penglihatanku diarahkan pada savana yang luar biasa menyolok mata.

Dingin bersekongkol dengan gaduh, memanggil semua datang jadi pusat perhatian sembari menusuk dari belakang dan memutar pisau lipat dibalik usus yang kadung terburai.

yang pasti yang tak bisa ditutupi.

yang pasti yang menyejukkan hati.

semesta memelukku!

Tuhan menyinariku!

terlalu lama aku berprasangka pada semesta. Terlalu banyak aku Meludahinya.

 Foebus menemuiku, dia berbisik pada telinga ku!

dia berkata! “Lumatlah! Bunuh…! Bunuh! Gelap yang menyelimuti pikiranmu!

Rotasi!

Merotasi semua drama! Rotasilah semua Drama!

Hiduplah didunia yang baru!

Seakan kau baru pertama kali bernafas didunia yang semu!

Foebus!

Selasa, 08 Mei 2012

bernafas dalam sangkar!


Yang angkuh itu memang akan lebih banyak mengeluh.

Dunia tidak sekeras batu sebenarnya, hanya pikirannya berusaha meluluhkan air yang membeku dengan hati yang dingin.

Nyaris semua dari kita berselimut rindu, tapi kali ini bukan milikmu dan bukan namamu.

Rindu ini berdiri sendiri setelah sekianpuluh ronde pukulan lebam tanpa pemenang.

Rindu ini bernama tuhan yang selalu kuacuhkan.

Tuhan yang dulu kuludahi setiap kali berteriak gamang disiang bolong dan kesibukan.

Sekarang dia memelukku kembali dengan cara dan perantara yang aneh!

Tuhan merindukan namanya disebut,

kita yang hidup dalam kota, seolah terperangkap dalam sangkar.

mendengar, tapi pura-pura kupimg tertutup rapat,
melihat, tapi terpejam.

ini sifat kita yang terperangkap dalam sangkar.

sangkar keangkuhan!

Semoga ada jalan bagi kita semua menuju sempurna.

Sempurna nanti hanya akan ditemui saat yang kekal menyapa jiwa kita dan rebahkan raga di rumah masa depan.

Minggu, 06 Mei 2012

ADA?


Rindu sesak napas. Dadanya terhimpit di antara kepulan asap rokokku. Ya, bukan aku yang kangen kamu, tapi rinduku. Dia kangen dengan rindumu. Rindumu. Apa kabar dia? Sudah berapa lama rinduku dan rindumu tidak bertemu?

Tunggu. Mendadak sayang juga bilang dia kangen. Sayangku kangen disayang oleh sayangmu. Sepertinya dia lupa bagaimana rasanya disayang. Kasihan. Dia seperti gila; sering berbicara sendiri tanpa ada yang mendengarkan dan membalas. Malah mungkin dia semacam ingin mati. Untuk apa rasa sayang yang tidak disayang lagi? Sudah benar keputusannya. Lebih baik dia mati.

Senja tadi langit berdarah. Sepertinya terluka ketika malam merenggut siang. Mungkin aku adalah sang senja, kamu adalah sang siang, dan dia adalah sang malam. Dan rindu adalah angin yang berhembus, tak perduli apa warna langit saat itu. Dan sayang adalah daun yang dijatuhkah oleh angin dari pohon. Satu-satu, sampai pohon itu kering tak berdaun. Lalu mati.

Pohon itu kenangan kita.

Lalu siapa sekarang yang harus membantu rindu untuk bernapas kembali dan mencegah sayang dari bunuh diri?

Bukan kamu, dan bukan juga aku. Mungkin sebaiknya kita biarkan mereka mati, lalu kita kuburkan di bawah pohon. Jangan bilang siapa-siapa, aku tidak ingin mereka diotopsi. Toh mereka mati di tangan waktu, bukan di tangan kita. Aku tidak ingin waktu ditangkap polisi, lalu diadili. Nanti kita sendiri yang susah. Jangan khawatir. Belatinya sudah dia buang jauh-jauh.

Kehilangan kamu sudah sangat menyakitkan. Jangan biarkan waktu juga harus dipenjara. Biarkan dia hidup bebas. Tolong sekali ini kamu penuhi permintaanku. Aku tidak punya cukup uang untuk menyewa pengacara untuk menebus waktu. Sungguh. Uangku habis untuk membelikan baju baru untuknya. Yang lama sudah compang-camping, koyak saat mencari kamu.

Sudahlah. Cukup sekian. Tak ada derita yang ingin aku jual di sini, tapi aku mau tanya:



Duhai nona abu-abu, Adakah kangen yang lebih menyesakkan dari ini?  Ada?






Aku menulis dikala saat rasa dan karsa tak dapat diTerjemahkan oleh kosa kata dan lidah!